banner image

asal usul Jiwosuto

Tentang asal usul Jiwosuto belum banyak diketahui masyarakat Ujungpangkah karena selama ini belum ada referensi tertulis yang dijadikan pijakan. Lewat tulisan ini, penulis ingin menyampaikan sekilas riwayat Jiwosuto berdasarkan referensi tertulis.yaitu buku Primbon Sunan Bonang. Buku primbon itu sampai sekarang diwarisi dan dipegang oleh keturunan keempat belas Sunan Bonang yang berada di Ujungpangkah
Buku itu tulisan tangan Sunan Bonang. Kiyai Muridin, keturunan kelima Sunan Bonang atau keturunan keempar Jayeng Katon menambahkan sejarah asal usul Ujungpangkah dalam buku primbon tersebut. Menurut Muridin nama panggilan awal Jiwosuto adalah Jayeng Katon. Dipanggil demikian, karena beliau mempunyai ilmu halimunan atau ilmu menghilang. Kadang beliau terlihat kadang tidak terlihat.

Kata katon dari bahasa Jawa yang berarti kelihatan.Jayeng Katon adalah putra Sunan Bonang. Beliau datang ke wilayah Ujungpangkah untuk menyebarkan agama Islam. Beliau ditemani oleh putra pertamanya yang bernama Pendil Wesi dan seorang santri Sunan Bonang. Pendel Wesi putra Jayeng Katon dengan Nyai Jika, nama panggilan istri Jayeng Katon. Ketika itu Pendel Wesi masih kecil sedang Nyai Jika masih pergi melaksanakan ibadah haji. Jayeng Katon membawa kuda kesayangannya yang dipanggil Sembrani atau kuda Sembrani.Di wilayah Ujungpangkah, mula-mula ketiga pengembara itu tinggal di Koang desa Kebunagung Ujungpangkah. Di tempat itu Jayeng Katon mendirikan pondok sebagai sarana berdakwah mengajarkan Islam kepada penduduk Di pondoknya dilengkapi dengan sebuah sumur sebagai tempat untuk berwudlu dan mandi santri-santrinya. Di sisi sumur itu ditanami pohon beringin untuk tanda untuk mempermudah bila ada tamu yang mencarinya.Tak seberapa lama adiknya yang dipanggil Jayeng Rono datang menyusulnya. Jayeng Rono ditugasi Sunan Bonang untuk menemani kakaknya berdakwah karena Pendel Wesi putranya masih kecil. Jayeng Katon bertemu kakaknya di pondoknya di Koang. Tempat bertemu Jayeng Rono dengan Jayeng Katon itu diabadikan sebagai nama tempat yaitu Koang. Koang dari panggilan kakang atau koang (bahasa Jawa, panggilan dari jauh).Kedua putra Sunan Bonang itu tidak lama berdakwah di Koang dan sekitarnya. Keduanya akhirnya berpindah ke Ujungpangkah.

Pondok yang ditinggalkan itu kelak diteruskan oleh putra Jayeng Rono yang bernama panggilan Sridi. Sridi mengasuh pondok itu sampai akhir hayatnya. Sridi dimakamkan tidak jauh dari pondok peninggalan Jayeng Katon. Bahkan namanya menjadi nama lomplek pemakaman itu yaitu Makam Sridi Koang.Kedatangan ketiga keturunan Sunan Bonang di Ujungpangkah itu ditandai dengan penanaman tiga pohon asem. Asem Resik atau Semersik berada di pertigaan jalan Sitarda, Asem Growok atau Semgrowok berada jalan Jiwosuto dan Asem Angker atau Semangker. Asem Angker letaknya sekitar empat puluh meter ke utara letak Asem Growok dan sekarang berada di wilayah kampung Bauman Barat.Di Ujungpangkah Jayeng Katon, Jayeng Rono, Pendel Wesi, dan seorang santri Sunan Bonang itu mendirikan rumah sekaligus sebagai pondok pesantren di tepi pantai Ujungpangkah. Pondok itu berada sekitar tiga puluh meter dari bibir pantai pulau Jawa. Di pondok itu, Jayeng Katon membuat sumur senggot dan beji atau jublangan yang digunakan sebagai tempat berwudlu dan mandi para santrinya. Di sisi sumur senggot terdapat watu gilang.Keberadaan pondok Jayeng Katon mendapat sambutan dari penduduk Ujungpangkah dan sekitarnya. Banyak santri yang datang berguru ilmu agama maupun ilmu kanuragan kepada Jayeng Katon. Bahkan putra bangsawan dari Tuban datang berguru kepadanya misalnya Ronggo Janur, Ronggo Seto, dan Ronggo Lawe.Kabar keberhasilan Jayeng Katon dalam pengembangan Islam di wilayah Ujungpangkah sampai juga ke Sunan Bonang ayahandanya di Tuban.

Karena pondok Jayeng Katon belum mempunyai masjid yang dapat menampung penduduk bila melaksanakan salat Jumat, Sunan Bonang mengutus seorang santrinya mengirimkan kayu-kayu jati gelondongan untuk bahan pembangunan masjid di pondok putranya. Kayu-kayu itu dilarung ke laut. Kayu-kayu itu akan berhenti sendiri di tempat yang dituju. Kayu-kayu itu dikawal seorang santri Sunan Bonang yang dikenal dengan nama panggilan Maskiriman.Kayu-kayu yang diikat dengan tali lingir dari tematan yang dikawal Maskiriman itu berhenti di pantai Ujungpangkah. Sebagaimana pesan Sunan Bonang kayu-kayu itu harus dijadikan sebuah masjid di tempat kayu-kayu itu berhenti.
asal usul Jiwosuto asal usul Jiwosuto Reviewed by syahrulmubarok on Oktober 19, 2019 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.